Tidak seorang pun bisa menyangkal pentingnya pendidikan. Pendidikan adalah wahana untuk meningkatkan sumber daya manusia. Pendidikan diperlukan untuk meningkatkan kapasitas peserta didik dalam penguasaan di bidang ilmu tertentu. Dan, pendidikan juga yang dapat meningkatkan kualitas hidup sesorang, terutama pada aspek kesejahteraan, karakter, dan daya nalarnya.
Kendati diyakini pendidikan itu perlu dan penting, namun masih banyak anak bangsa kita yang belum mengenyam pendidikan, bahkan pada tingkat dasar. Masih banyak yang drop-out alias putus sekolah. Beragam alasan mengapa anak didik tidak melanjutkan pendidikannya, salah satu yang menonjol adalah karena persoalan ekonomi. Ketidakmampuan ekonomi orang tua-lah yang menyebabkan anak-anak usia sekolah terpaksa tidak bersekolah. Selebihnya, mungkin persoalan mentalitas atau kemauan, dan sebagainya.
Itulah sebabnya pemerintah senantiasa berupaya untuk membangun tiga aspek penting dalam kehidupan masyarakat, yakni kesehatan, ekonomi, dan pendidikan. Ketiga aspek yang menjadi standar Human Development Index (HDI) itu, seyogianya bergulir secara bersamaan. Artinya, bersamaan dengan usaha-usaha peningkatan kesehatan, juga dilakukan penguatan di sektor pendidikan masyarakat, dan kesejahteraan (ekonomi) mereka. Ketiganya saling bertalian dan saling mempengaruhi, seperti dicontohkan di atas. Komitmen pemerintah untuk meningkatkan HDI ini tentu harus disambut dengan gembira dan disertai dengan partisipasi aktif.
Menengok ke belakang akan arti penting pendidikan itu, mungkin segera kita teringat dengan ucapan Bung Karno: kejarlah ilmu hingga ke negeri China. Atau, pesan bijak dari pendeta Hindu, Ida Pedanda Sidemen: yen sing ngelah karang carik, deweke tandurin. Artinya: kalau tidak memiliki sawah-ladang, diri sendirilah “ditanami.” Kedua pesan moral yang sangat berharga itu patut dicamkan: bahwa pendidikan yang berkualitas itu sangat penting dalam membawa bangsa ini menuju pencapaian tingkat kehidupan yang lebih baik.
Tidak bisa dimungkiri, beberapa bangsa di dunia sudah sangat peduli dengan pendidikan anak bangsanya. Jepang, misalnya. Sejak kalah perang pada Perang Dunia Kedua, yang pertama dilakukannya adalah mengirimkan anak-anak muda mereka untuk menuntut ilmu ke luar negeri untuk belajar tentang berbagai hal, terutama teknologi. India, misalnya. Sudah cukup lama India mengirim generasi muda potensialnya belajar ke negeri yang lebih maju. Setelah menyelesaikan pendidikan, mereka pulang kembali untuk membangun negerinya.
Pencapaian China di lapangan sains dan teknologi mungkin lebih besar daripada prestasi India. Banyak kawula mudanya belajar ke luar negeri. Lalu, pemerintah China dengan berbagai insentif menarik pulang para ahlinya. China menyambut hangat kepulangan 200.000 ahli-ahlinya (lihat: Asia Hemisfer Baru Dunia, 2011). Indonesia juga (seharusnya) demikian. Dan, seharusnya terus demikian : memberikan pendidikan berkualitas bagi anak negeri! Semoga.(iks).
Sima 2014
Download disini