Tata Kelola Sekolah Sebagai
Infrastruktur Pendidikan
--------------------------------
Oleh Romi Sudhita
Berbicara soal infrastruktur pikiran orang segera melayang-layang pada peralatan berat, jembatan, gedung bertingkat, dan seterusnya. Infrasuktur memiliki ruang lingkup yang amat luas yang apabila dibedakan menjadi dua akan ketemu yang namanya infrastruktur fisik dan infrastruktur non-fisik atau yang sering disebut infrastruktur sosial. Infrastruktur fisik, ya ... seperti yang disebutkan tadi yaitu meliputi jembatan, gedung-gedung, jalan tol, jalan raya, bahkan trotoar pun disebut sebagai infrastruktur yakni pendukung infrastruktur jalan raya. Manakala trotoar terganggu, digunakan berjualan oleh pedagang nasi kuning, misalnya, tentu secara keseluruhan pemakai jalan juga merasa ikut terganggu.
Pertanyaan muncul, untuk apa sesungguhnya infrastruktur itu ? Disebabkan oleh yang paling dekat dengan infrastruktur itu adalah manusia atau manusia sebagai pemanfaat infrastruktur, tentu tujuan dibangunnya infrastruktur adalah untuk menunjang atau memperlancar aktivitas manusia. Jalan raya dibangun untuk memudahkan orang-orang bertransportasi, memudahkan mereka berhubungan dengan sesama yang berada di tempat berjauhan. Gedung atau apartemen dibangun bertujuan agar manusia bisa terlindung dari hujan, terik matahari, dan semua kegiatan yang ada di dalamnya agar dapat dilakukan dengan aman dan nyaman.
Infrastruktur Sekolah
Mengacu pada Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang “Sistem Pendidikan Nasional” bahwa pendidikan di Indonesia dilaksanakan melalui tiga jalur yaitu; jalur formal, nonformal, dan informal. Dari tiga jalur tersebut yang paling jelas tampak dan dirasakan oleh setiap orang sudah tentu jalur pendidikan formal. Pendidikan formal sejatinya adalah pendidikan yang berlangsung di sekolah. Bukan hanya sekolah, perguruan tinggi pun termasuk pendidikan formal. Sekolah mulai dari SD, SMP, hingga SMA/SMK, diharapkan agar dapat berfungsi dengan baik dan dapat mengantarkan siswa-siswinya menjadi orang terdidik dan terpelajar. Mau tidak mau sekolah harus ditata dan dikelola secara baik.
Membayangkan yang namanya sekolah, tentu segera tertuju kepada bangunan sekolah tersebut seperti apa ? Apakah berada di tempat yang strategis, bangunannya tergolong kuno atau baru, kumuh atau bukan, masih meminjam atau sudah berdiri sendiri, dan apakah gedung sekolah itu sudah nyaman dihuni oleh warga sekolah terutama para siswanya ? Semua pertanyaan ini akan bermuara pada pencapaian tujuan pendidikan di sekolah tersebut. Bagi sekolah yang baru berdiri tentu memerlukan persiapan dan bahan-bahan materialyang perlu dipikirkan secara matang. Pembangunan sekolah baru, menurut informasi yang penulis terima, hanya akan mungkin terwujud apabila masyarakat setempat (di mana sekolah itu akan dibangun) mampu menyediakan tanah/lahan yang dibutuhkan. Pemerintah hanya memberikan biaya bangunan dan fasilitas-fasilitas pendukung lainnya.
Gedung sekolah, baik yang lama maupun yang baru, memerlukan perencanaan tumbuh kembangnya bangunan guna mengantisipasi perkembangan siswa yang kian tahun kian bertambah. Begitu juga soal pemeliharaan gedungnya, terutama yang menyangkut pengeluaran rutin bulanan seperti rekning air bersih dan listrik. Terhadap yang terakhir ini jelas berkait erat dengan pengelolaan dana sekolah. Sumber-sumber dananya dari mana dan sistem pengelolaannya seperti apa ? Setiap sekolah memiliki dua sumber dana pokok yakni; Pemerintah melalui anggaran (APBN dan/atau APBD), dan bersumber dari masyarakat. Dana yang bersumber dari masyarakat ada yang bersifat sukarela dan ada pula berupa iuran Komite Sekolah. Mulai tahun 2013 lalu semua sekolah sudah kebagian dana bantuan operasional yang disingkat dana BOS hanya saja apa yang digelontorkan oleh pemerintah itu sering dianggap kurang mencukupi. Jalan keluarnya, sekolah, komite sekolah, dan juga orang tua lalu berunding mencapai kata sepakat untuk menutupi kekurangan tersebut.
Transparan & Akuntabel
Dalam pengelolaan dana sekolah diupayakan agar bersifat terbuka (transparan) dan bersifat terukur serta dapat dipertanggungjawabkan kepada publik (akuntabel). Mengenai yang satu ini tidak semua sekolah berprinsip seperti itu, dengan kata lain ada beberapa sekolah yang melakukan mismanagement (dugaan korupsi). Contoh nyata sudah ada yaitu apa yang dilakukan oleh Kepala Sekolah SMAN 1 Semarapura (Klungkung), sampai-sampai perkaranya berimbas ke meja hijau (pengadilan). Contoh lain, beberapa tahun silam sempat terendus seorang guru SD di Buleleng yang menggunakan uang tabungan murid untuk kepentingannya sendiri, yang ujung-ujungnya masyarakat sekitar sekolah itu menjadi geger. Kalau sudah demikian rasa percaya publik terhadap sekolah sudah semakin mengikis. Mudah-mudahan saja praktek tidak terpuji seperti itu tidak lagi mewarnai kehidupan pendidikan di sekolah kita.
Masalah lain yang perlu dikelola dengan baik di sekolah yaitu yang menyangkut personal sekolah (siswa, guru, pegawai), kerja sama antara sekolah dengan pihak-pihak lain, masalah transportasi sekolah, dan yang tak kalah penting adalah kurikulum sekolah. Persoalan siswa atau murid atau peserta didik yang ada sekarang sepertinya kurang elok dipandang. Ada sekolah negeri yang menerima siswa baru sampai 12 kelas, sementara sekolah negeri yang lain kebagian hanya empat kelas. Bahkan sekolah swasta kebagian hanya satu kelas itupun jumlah siswanya di bawah 30 orang. Hal yang demikian perlu diatur agar mendekati prinsip pemerataan demi menjaga mutu pendidikan di sekolah. Di bidang guru, terutama segi jumlah, bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana berulang kali menyampaikan ke publik bahwa jumlah guru di Buleleng kurang merata antara yang bertugas di desa dengan di kota. Konon akan diratakan, tapi hingga kini gebrakan beliau belum tampak secara nyata.
Kerja sama antara sekolah dengan dunia luar perlu dijalin agar sekolah dapat berkembang sebagaimana yang diidealkan. Kerja sama itu bisa dengan institusi Kependidikan dan juga non Kependidikan seperti dunia Perbankan, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Kesehatan, dan lain-lain. Masalah transportasi perlu dikondisikan sedemikian rupa sehingga siswa yang belum pantas mengendarai sepeda motor perlu dilarang, apalagi siswa SMP yang membawa mobil sangat perlu dicegah sejak dini. Yang terakhir masalah kurikulum, sekolah amat perlu menyiapkan diri guna menyongsong pelaksanaan Kurikulum 2013 yang menurut Mendikbud Muhammad Nuh tahun depan semua sekolah harus sudah menerapkan Kurikulum 2013. Sekolah, terutama para guru seyogyanya tak perlu alergi dengan adanya perubahan kurikulum karena kurkulum itu setiap saat berubah, paling tidak pada tataran staf pengajar/guru.
*) Penulis, dosen Undiksha yang
juga Kontributor Tetap “Singa
Manggala” Singaraja
Sima 2014
Download disini