(0362) 21146
kominfosanti@bulelengkab.go.id
Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian dan Statistik

Kisah Vinton Cerf Dan Jejak Inklusivitas Di Ajang Kompetisi TIK Nasional

Admin kominfosanti | 01 September 2025 | 6 kali

Jumat (22/8/2025) pagi itu, puluhan wajah muda dengan penuh semangat. Langkah mereka pasti menuju ruang ajang penghargaan atas kerja keras mereka mengikuti Kompetisi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Nasional yang berlangsung setiap dua tahun sekali. Mereka datang dari 38 provinsi, membawa mimpi dan keberanian untuk membuktikan: keterbatasan fisik bukanlah batas bagi kreativitas digital. Kompetisi TIK Nasional 2025 bagi penyandang disabilitas. Acara yang digelar Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komdigi, menjadi panggung inklusi di mana teknologi bukan hanya milik sebagian orang, melainkan milik semua.

 

Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid membuka acara dengan sebuah kisah yang menyentuh. Ia mengingatkan hadirin pada sosok Vinton Cerf, salah satu “bapak internet” yang hidup dengan keterbatasan pendengaran. “Internet sebetulnya lahir dari salah seorang perancang teknologi yang juga adalah penyandang disabilitas. Vinton Cerf bersama istrinya, yang juga tuli, justru terdorong menciptakan teknologi komunikasi yang kini menghubungkan seluruh dunia,” tuturnya. Cerita itu bukan sekadar inspirasi. Bagi Meutya, kisah Vinton Cerf menjadi bukti bahwa penyandang disabilitas tidak hanya mampu beradaptasi, tetapi juga bisa mengubah arah dunia. “Sejak internet lahir, jarak menjadi tidak lagi relevan. Semua bisa terhubung, dan itulah kekuatan sejati inklusivitas,” tambahnya.

 

Kompetisi TIK yang kini berlangsung bukanlah langkah pertama. Sejak 2016, BAKTI Kementerian Komdigi telah merintis berbagai program inklusi digital melalui pelatihan, jambore, hingga kompetisi TIK bagi penyandang disabilitas.  Dari Ambon, Padang, hingga Jayapura, ribuan peserta telah merasakan manfaat literasi digital. Bahkan pada masa pandemi 2020, ketika dunia terhenti, kegiatan pelatihan dialihkan secara daring, memungkinkan 1.336 penyandang disabilitas ikut serta tanpa hambatan jarak.

 

Tahun 2022, program ini semakin berkembang dengan pelatihan digital marketing, content creation, hingga public relation berbasis digital. Hasilnya, bukan hanya peserta, tetapi juga guru sekolah luar biasa ikut dibekali keterampilan digital untuk memperluas ekosistem inklusif. Kini, di 2025, semangat itu mencapai puncaknya dengan Kompetisi TIK Nasional Piala Menteri Komdigi. Sebuah wadah yang tidak hanya melatih keterampilan teknis, tetapi juga menumbuhkan mental juara, kepercayaan diri, serta keyakinan bahwa talenta disabilitas mampu berkontribusi pada transformasi digital Indonesia.

 

Direktur Utama BAKTI Komdigi menegaskan bahwa kompetisi ini adalah bagian dari perjalanan panjang Komdigi dalam mengarusutamakan inklusivitas dalam transformasi digital Indonesia. “Sejak dari Kominfo sampai sekarang, salah satu pilar transformasi digital yang kami anut adalah komitmen terhadap inklusivitas. Inklusivitas itu tidak hanya gender, tidak hanya wilayah 3T, tapi juga untuk para penyandang disabilitas. Senang sekali melihat semangat mereka dari berbagai daerah, bahkan dari Papua Pegunungan dan Maluku Utara,” ujarnya. Menurutnya, potensi penyandang disabilitas di bidang digital sebenarnya sangat besar, meski seringkali terhalang stigma sosial. “Potensi disabilitas ini kan laten, mereka sangat pintar dan luar biasa. Namun kadang keluarga atau kerabat masih malu mengedepankan anak-anak disabilitas. Forum seperti ini membuka peluang agar potensi itu bisa muncul. Inilah misi BAKTI, membawa masyarakat—terutama di wilayah 3T—ke arah yang lebih baik dengan produktivitas yang meningkat, termasuk melalui inklusi digital,” jelasnya.

 

Selain membina kompetensi, BAKTI juga membuka ruang nyata bagi penyandang disabilitas dalam dunia kerja. “Undang-Undang Disabilitas sudah mewajibkan adanya kuota. Di BAKTI sendiri, kami sudah merekrut profesional dari kalangan penyandang disabilitas. Bahkan melalui sentra UMKM yang menjadi mitra BAKTI, kita terus membuka jalan agar mereka punya akses produktif,” tambahnya.

 

Menurut data BPS 2020, Indonesia memiliki sekitar 22,5 juta penyandang disabilitas, atau 5,5 persen dari total populasi . Namun akses mereka terhadap teknologi masih timpang: hanya 34,89 persen yang pernah menggunakan ponsel atau laptop, jauh tertinggal dibandingkan non-disabilitas yang mencapai 81,61 persen. Di tengah tantangan ini, Meutya Hafid menegaskan bahwa kompetisi seperti ini adalah “jembatan emas” menuju kesempatan yang setara. “Angka 5,5 persen ini bukan sekadar statistik, melainkan ekosistem kehidupan—keluarga, kawan, lingkungan. Tantangan ini bisa kita ubah menjadi kesempatan emas,” ujarnya.

 

Komitmen inklusivitas Indonesia juga telah didengungkan di forum internasional, termasuk International Leaders Talk di Jenewa pada Juli lalu. Menurut Meutya, kompetisi ini adalah wujud nyata dari model inklusi partisipatif, yang memberdayakan dan dekat dengan masyarakat. Menkomdigi Meutya Hafid memberi pesan sederhana namun kuat: penghargaan bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan panjang. “Ini bukan akhir ketika menerima apresiasi dan penghargaan, tapi justru langkah awal menuju lebih banyak lagi potensi,” tegasnya.


Kisah Vinton Cerf membuktikan bahwa keterbatasan bisa menjadi pintu lahirnya inovasi besar. Sementara di Jakarta, para peserta Kompetisi TIK Nasional 2025 membawa semangat yang sama: menulis kisah baru tentang inklusivitas digital Indonesia.



Sumber Artikel : Masyarakat Digital – Kementrian Komunikasi dan Digital

Link : https://www.komdigi.go.id/berita/artikel/detail/kisah-vinton-cerf-dan-jejak-inklusivitas-di-ajang-kompetisi-tik-nasional