Peran Pemerintah dan Lembaga penyiaran dalam rangka memberikan pemahaman akan pentingnya Digitalisasi Penyiaran kepada masyarakat sangatlah besar dalam pelaksanaannya. Sesuai undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran menyebutkan bahwa penyiaran disamping memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat dan fungsi kontrol serta perekat sosial, juga memiliki fungsi kebudayaan dan ekonomi. Terkait hal tersebut Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali melaksanakan Webinar secara virtual dengan tema “ Digitalisasi Penyiaran Dalam Persepektif Membangun Kecerdasan Masyarakat dan Potensi Ekonomi Bali, Rabu (4/11).
Dalam keynote speaker I Ketut Leneng selaku Kepala Stasiun TVRI Bali mengatakan bahwa Penyiaran Digital adalah system penyiaran teresterial free to air menggunakan teknologi digital dengan spektrum lebih sedikit namun dapat menghasilkan audio visual dan data dengan kualitas tinggi.
Lebih jauh oleh Leneng lembaga penyiaran hendaknya tidak semata-mata memberikan hiburan saja, namun harus memberikan edukasi untuk mencerdaskan masyarakat dengan konten-konten yang sehat.
Sementara itu dari Kementerian Kominfo RI Sukamto menjelaskan percepatan perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital, seperti penyediaan layanan internet di 12.500 desa/kelurahan serta di titik-titik layanan publik, kemudian terkait perencanaan transformasi digital, perlu dipersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan regulasi, skema pendanaan, dan pembiayaan transformasi digital.
Dampak migrasi analog ke digital ungkap Sukamto jangkauan konektivitas internet menjadi lebih luas, konektivitas internet luas mendorong perkembangan industri e-commerce.” Masyarakat Bali dapat mempromosikan serta menjual produk atau layanan wisata melalui platform e-commmerce dan menciptakan lapangan kerja baru di industri era digital,”paparnya.
Menurut Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution mengatakan dari sumber Kominfo Pusat bahwa Indonesia adalah negara dengan jumlah stasiun TV FTA terbanyak di dunia. Layanan Free-to-air ( FTA ) adalah layanan televisi (TV) dan radio yang disiarkan dalam bentuk yang jelas ( tidak terenkripsi ), memungkinkan setiap orang dengan peralatan penerima yang sesuai untuk menerima sinyal dan melihat atau mendengarkan konten tanpa memerlukan langganan. Dalam pengertian tradisional, ini dilakukan dengan sinyal radio terestrial dan diterima dengan antena.
Selanjutnya ujar Nasution digitalisasi adalah keniscayaan namun harus dilalui dan membutuhkan proses yang tidak mudah. Dalam Undang-Undang Cipta Kerja disebutkan 2 tahun setelah diundangkan siaran analog harus di “switch off”. Untuk itu pemerintah menyiapkan perangkat penerima siaran digital (tersedia bantuan 6,7 juta set top box untuk rumah tangga tidak mampu) dalam masa peralihan nanti. Dari data survei Kompas: 57.4% responden belum memiliki TV digital, terdapat 70 juta rumah tangga di Indonesia (data BPS), dimana diperkirakan 30% nya (± 20 juta) telah memiliki TV digital masih terdapat ± 50 juta rumah tangga yang belum memiliki perangkat TV digital.” Untuk itu pemerintah hadir dalam kesiapan digitalisasi,” ungkapnya.
Pelaksanaan webinar tersebut dihadiri oleh Intansi Pemerintah Provinsi Bali terkait, Dinas Kominfo Kabupaten/Kota se-Bali , Kepala Balai Monitoring Spektrum Frekuensi Radio Kelas 1 Denpasar, Lembaga Penyiaran Radio dan Televisi se-Bali, Ketua Pengurus Daerah Persatuan Radio Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Bali, para akademisi Universitas di Bali. Dari Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian dan Statistik (Kominfosanti) hadir Kasi Peliputan dan Dokumentasi Ketut Widiasa,S.E dan Kasi Media Cetak dan Elektronik Dra. Ni Ketut Asmini.(wdi/Asm).