Tidak mudah menulis buku. Perlu waktu, ketekunan dan ketrampilan merangkai kalimat yang berhiaskan pesan penulis. Karena itu upaya yang dilakukan oleh Agus Setiawan seorang penyandang difabel atau disabilitas menulis dua buah buku patut diacungi jempol.
Dua buku itu berjudul "Berjuang Menembus Kemelut Kehidupan" buku pertama terbit tahun 2017 yang laku mencapai 3.500 eks dan buku kedua berjudul " Mengusir Gelap dengan Cahaya " terbit tahun 2019.
Peluncuran buku karya Agus dilakukan di rumah jabatan Bupati Buleleng,12/4, yang diwarnai dengan diskusi yang diawali dengan pembahasan buku oleh Gusti Aries Sujati dan Sonia Piscayanti.
Menurut Gusti Ayu Aries Sujati yang akrab disapa GAAS ketua K3S (Koordinator Kegiatan Kesejahteran Sosial) Buleleng menyambut baik kehadiran dua buku yang ditulis Agus dan berharap buku itu bisa mengisnpirasi bagi kaum disabilitas agar bisa memotivasi diri untuk bisa berkarya sesuai potensinya, serta memotivasi generasi muda lainnya untuk juga berkarya."Saya juga dalam kesempatan ini mengundang beberapa penyandang disabilitas lain agar nantinya mereka bisa mencontoh Agus. Jangan rendah diri. Harus percaya diri dan berkarya sesuai potensi dan bakatnya," ajaknya kepada sejumlah undangan disabilitas yang hadir dikegiatan itu.
Selain menghadirkan Agus, juga ditampilkan karya adiknya Agus yang bernama Winda yang mempunyai kemampuan melukis serta memamerkan karya lukisnya.
Kegiatan yang dimotori oleh Forum Cahaya Ibu juga menghadirkan karya pengerajin disabilitas Komang Budi Martin dari Kalianget dengan karyanya berupa kain motif jumputan.
Dalam sesi diskusi terungkap perjuangan Agus dan adiknya Winda dalam meniti hidup.Kondisi mereka yang terbatas ditambah ekonomi yang kurang menyebabkan mereka tidak bisa sekolah. Tapi atas perjuangan gigih sang ibu bernama Nyoman Warsiki mereka pun bisa menulis dan membaca. " Saya tidak bisa menyekolahkan anak-anak saya yang kondisi pisiknya demikian. Untuk itu saya ajari sendiri anak-anak saya membaca dan menulis.
Karena saya tidak punya alat tulis dan buku, saya ajari mereka nulis di tanah pake lidi," kenang ibu yang kini tinggal di Dusun Yeh Anakan Desa Banjar Asem Kec. Seririt.
Sementara itu Agus yang mengalami cacat pisik sejak 7 tahun mengungkapkan ia menulis bukunya masing-masing selama 2 bulan. Agus berpesan agar semua orang apa pun kondisinya jangan lupa bahagia.
Yang mengharukan, meskipun ekonominya terbatas tapi Agus menyisihkan hasil penjualan bukunya untuk dibagikan ke yayasan sosial. Hari itu ia membagikan uang masing-masing Rp.500 ribu untuk tiga penerima sumbangan. (st)
sumber: